Artikel ditulis oleh: Budz Kay - 3 Juni 2006
PAGE 2 of 2
< PREVIOUS PAGE
Pengujian dilakukan dengan 17 macam benchmark yang terbagi
dalam tujuh macam kategori:
BENCHMARK PLATFORM: CPU: Motherboard Memory : Harddisk: Videocard PCI Express: Driver: Windows XP Professional SP2
SiSoft Sandra 2005
merupakan synthetic benchmark yang paling populer. Arithmetic benchmark mampu menunjukkan
performa ALU dari Pentium D 805. Dengan bersenjatakan 2 core CPU di dalamnya, maka
mustahil sebuah prosesor single-core mampu menandinginya. Athlon64 3500 seharga $215
sekalipun masih belum mampu menjinakkan kebuasan Pentium D 805.
Pengujian Sisoft Sandra 2005 Multimedia benchmark juga menunjukkan kedigdayaan D 805. Athlon64 3500 juga masih belum sanggup mengalahkan Pentium D 805. Jangankan mengalahkan D 805, untuk mengalahkan Pentium 4 631 saja tampaknya Athlon64 3500 juga kesulitan. Ketika dioverclock di 3.7Ghz, D 805 juga sanggup melumat Athlon X2 3800 hidup-hidup.
Hasil
benchmark PCMark05 semakin mengukuhkan kedigdayaan Pentium D 805. Karena benchmark ini
mensimulasikan kondisi aplikasi-aplikasi bisnis & multimedia yang berjalan secara
paralel (multitasking), maka terlihat bahwa Athlon 64 3800 sekalipun harus takluk terhadap
prosesor Intel dual-core termurah ini. Pentium4 631 yang dioverclock di 4.3Ghz sekalipun
ternyata masih belum mampu mengalahkan Pentium D 805 yang cuma dioverclock di 3Ghz saja.
Sama seperti PCMark05, PCMark04 Benchmark PCMark04 juga mensimulasikan kondisi aplikasi-aplikasi bisnis & multimedia yang berjalan secara paralel, hanya saja bobotnya agak lebih ringan. Disini terlihat bahwa prosesor single-core yang mahal seperti Athlon64 3500 performanya masih jauh dibawah D805 yang murah-meriah. Sempron 3100 sebagai prosesor kelas value termahal harganya ternyata hanya sedikit dibawah D805, padahal dengan kodratnya sebagai prosesor single-core kelas value performanya tentu sangat jauh dibawah D805. Dengan selisih harga yang hanya berbeda sedikit saja dengan D 805, maka tindakan membeli Sempron 3100 adalah sebuah kebodohan besar. Berbeda dengan hasil PCMark05 dimana Pentium4 631 yang dioverclok di 4.3GHz belum bisa mengalahkan D805 yang dioverclock di 3GHz, pada hasil PCMark04 ini Pentium4 631 @.4.3GHz masih mampu mengalahkan D805 @ 3Ghz, namun belum sanggup mengalahkan D805 @ 3.32Ghz
Salah satu aplikasi yang mampu menunjukkan keperkasaan sejati dari Pentium D 805 adalah Cinebench 2003. Dalam pengujian 3D rendering ini terlihat bahwa Pentium D 805 dalam keadaan standard (2.66GHz) sudah mampu membabat habis seluruh prosesor single-core termasuk Athlon 64 3800 maupun Pentium 4 670 (3.8Ghz) yang notabene harganya jauh lebih mahal. Dan cukup dengan mengoverclock Pentium D 805 ke 3.32 Ghz saja, performanya sudah mampu mengalahkan Athlon 64 X2 3800 seharga $350. Cinebench 2003 merupakan benchmark yang
menggunakan engine yg sama dengan Software Cinema 4D XL 8 yg cukup populer di kalangan
animator 3D. Software ini mendukung multi-CPU maupun Hyperthreading.
Kekuatan otot Pentium D 805 dapat dibuktikan sekali lagi dengan real world benchmark, yaitu movie encoding. Para praktisi video editing maupun penjual jasa video transfer akan berterima kasih kepada Pentium D 805, karena dalam keadaan standar prosesor ini mampu menghemat waktu hampir setengah daripada prosesor single-core dengan rating diatasnya (Pentium 4 3GHz / Athlon 64 3000). Pentium 4 630 yang melaju lebih cepat (3GHz) dan bersenjatakan Hyper Threading (HT) tetap belum mampu mengalahkan Pentium D 805, karena HT hanyalah virtual dual-core semata, bukan real dual-core seperti Pentium D 805. Dan dalam hal movie encoding, pengaruh keberadaan dual-core jauh lebih terasa dibanding kecepatan clock yang tinggi, sekalipun kondisinya single tasking. Proses encoding DVD ke DivX merupakan hal yg
sangat bermanfaat karena 3 hal : Beberapa tahun yg lalu untuk mengkonversi film DVD berdurasi 2 jam ke format DivX membutuhkan waktu 6 jam lebih. Tapi sekarang dengan prosesor dual-core seperti D 805 , proses encoding movie berdurasi 2 jam dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 1 jam, atau dengan kata lain lebih cepat daripada durasi film itu sendiri. Athlon64 3000 dengan harga yang nyaris sama
dengan D 805 memberikan kinerja encoding yang jauh lebih lambat. Pada pengujian dengan
videoclip berdurasi 12 menit selisih waktunya mencapai 3 menit 4 detik. Ini berarti untuk
meng-encode movie berdurasi 2 jam, selisih waktu antara kedua prosesor tersebut akan
menjadi lebih dari 30 MENIT !!!! Selisih 30 menit adalah waktu yg termasuk lama
karena dapat dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan apa saja.
Ada sebuah opini yang mengatakan bahwa
prosesor AMD lebih unggul dibanding Intel untuk urusan game. Namun anggapan ini
dimentahkan oleh fakta yang menunjukkan bahwa Athlon64 3200 ternyata lebih lamban
dibanding D805 dalam menjalankan game FPS 3D yang cukup populer, yaitu Doom3. Kemenangan D805 atas Athlon64 3000 pada DOOM3 dengan menggunakan VGA ATI X700 (VGA mainstream) ini cukup mengejutkan, karena biasanya Athlon64 3000-lah yang menang pada beberapa referensi benchmark yang menggunakan VGA Geforce seri high-end. Reviewland sedang mengivestigasi perbandingan performa jika menggunakan VGA lain. Jadi tunggu kabar selanjutnya. Namun terlepas siapapun yang unggul pada game,
perbedaan kinerja game tidak akan dipengaruhi banyak oleh prosesor, namun oleh jenis VGA
yang dipakai. Kalaupun D805 menang dibanding Athlon64 3000 dalam game, pasti tidak akan
terasa perbedaannya dalam pemakaian, begitu pula sebaliknya.
Pengujian menggunakan game best seller,
yaitu Far Cry lagi-lagi semakin mengukuhkan bahwa Pentium D 805 lebih jagoan dibanding
Athlon64 untuk urusan game. Penggunaan driver VGA ATI Catalyst 6.4 yg telah mengoptimalkan
CPU dual-core tampaknya juga mampu membantu D805 naik ke puncak singgasana.
3DMark05 merupakan benchmark game yang sudah mengoptimalkan penggunaan prosesor dual-core. Hal ini tercermin pada score CPU test dari D805 yang jauh diatas Athlon64 3000.
Berbeda dengan 3DMark05 yang sudah dapat
mengoptimalkan prosesor dual-core, 3DMark03 belum. Sehingga adanya core extra tidak akan
memberikan peningkatan performa. Namun sekalipun yang diukur adalah performa single-core
saja, score akhir menunjukkan bahwa D805 ternyata memiliki kinerja yang masih jauh lebih
baik dibanding Athlon64 3000. Hal ini sebenarnya cukup aneh sebab pada tes CPU performance
3DMark2003, D805 kalah dibanding A64 3000, jadi kemenangan D805 berasal dari performa
grafis. Tampaknya ini disebabkan karena penggunaan driver ATI catalyst 6.4 yg telah
mengoptimalkan dual-core.
Molecular Dynamics merupakan metode untuk
mensimulasikan pergerakan termodinamika material dengan mengukur kekuatan, kecepatan dan
posisi. Fokusnya adalah pada pengukuran kekuatan molekul.
Benchmark Primordia melakukan kalkulasi Quantum
Mechanical Hartree-Fock Orbital untuk setiap elektron di tiap elemen.
Banyak orang mempertanyakan manfaat
penggunaan prosesor dual-core pada aplikasi yang tidak memanfaatkan prosesor dual-core.
Salah satu contoh aplikasi yang tidak memanfaatkan dual-core adalah SuperPI. Software
buatan tahun 1995 ini hanya memberikan beban pada 1 core saja. Jadi praktis kekuatan
dual-core tidak tercermin pada SuperPI. Namun itu bukan berarti bahwa keberadaan core
tambahan sama sekali tidak dapat dimanfaatkan oleh aplikasi yang tidak dirancang untuk
dual-core . Ketika 2 aplikasi SuperPI dijalankan secara paralel, dapat terlihat bahwa D
805 mampu menyelesaikan perhitungan 3X lebih cepat dibanding prosesor single-core Athlon64
3000.
Hasil benchmark di atas membuktikan bahwa sekalipun aplikasi yang digunakan tidak kompatibel dengan prosesor dual-core, namun ketika aplikasi tersebut berjalan dalam environment multitasking (paralel) maka aplikasi tersebut tetap akan berjalan lebih cepat pada prosesor dual-core.
Meskipun Athlon64
terkenal hebat untuk game, namun performa prosesor ini langsung kedodoran bila diajak
bermain game dengan kondisi ada aplikasi lain aktif di background (misal sambil
mendownload dari internet, mengencode audio/video, dsb). Sedangkan penurunan kinerja yang
dialami Pentium D 805 tidak separah Athlon 64.
Athlon64 3500
memang paling tidak masih sanggup untuk diajak bermain game sambil melakukan multitasking,
namun ketika diajak untuk melakukan pekerjaan yang lebih berat lagi, yaitu 3D rendering
dengan 3D Studio Max 8, prosesor ini langsung tersedak dan gagal melakukan test. Pentium 4
630 yang bersenjatakan Hyper Threading juga cukup terseok-seok. Hanya prosesor dual-core
yang sanggup melayani kondisi kerja seperti ini. Dan saat ini hanya Pentium D 805
satu-satunya prosesor dual-core dengan harga sangat terjangkau.
Bila pada pengujian 3D Studio Max8 sebelumnya digunakan object "Underwater" yang cukup kompleks dan berat, kini digunakan object "Rabbit" yang agak lebih ringan sehingga Athlon64 3000 yang digunakan masih dapat berlaga. Namun sekalipun masih mampu bernafas, performa rendering Athlon64 3000 terlihat lebih lambat 2X dibanding D805.
AMD yang
dahulunya selalu mengagung-agungkan Price-Performance Index kini harus menjilat ludahnya
sendiri ketika menyaksikan tingginya price-performance index yang dimiliki D805. Cinebench2003 jadi patokan untuk mengukur price performance index, karena aplikasi ini mensupport multi-core dan netral (tidak pro Intel ataupun AMD). Bahkan mungkin Cinebench2003 cenderung pro-AMD karena dalam referensi resminya terlihat bahwa Athlon FX60 yang merender dengan 2 core mampu mengalahkan Pentium D 955 Extreme Edition yang seolah merender dengan 4 core.
Harus diakui bahwa Athlon64 3000
"Venice" hanya menjadi bulan-bulanan Pentium D805. Prosesor AMD single-core yg harganya nyaris sama dengan D805 ini
tak hanya dipermalukan saja oleh prosesor dual-core termurah intel tersebut, namun bahkan
ditelanjangi nyaris di semua benchmark. Jangankan Athlon64 3200, bahkan Athlon64 4000 sekalipun seringkali kesulitan untuk mengalahkan prosesor intel dual-core murah meriah ini. Segala keunggulan & kebanggaan yang dimiliki Athlon64, langsung terasa usang dan kampungan ketika harus berhadapan dengan generasi prosesor dual-core intel yg harganya justru lebih murah. AMD yang dulu-dulunya selalu berkoar-koar tentang Price-Performance Index dibanding Intel, kini harus banyak-banyak menjilat ludahnya sendiri yang banyak berceceran di lantai toko komputer, karena D805 terbukti sebagai prosesor dengan Price-Performance Index. Athlon64
hanya bisa selamat pada benchmark yang tidak memanfaatkan dual-core, yang tentus saja
kian-hari kian jarang keberadaannya. Mayoritas benchmark yang beredar saat ini mendukung
dual-core. Bahkan game-game mendatang banyak yang akn mendukung dual-core. Jadi
nantinya hanya software-software usang saja yang masih dapat memuaskan pengguna prosesor
usang seperti Athlon64. AMD sendiri terbukti tak mampu memproduksi prosesor dual-core yang murah, sehingga mereka mau tak mau memang harus merelakan seluruh jajaran Athlon64 kelas mainstream dibantai oleh Pentium D 805. Athlon64 X2 versi termurah sekalipun (Athlon64 X2 3800) masih menyandang bandrol harga $360,sehingga hanya bisa menempatkan diri di segmen high-end yang notabene adalah segmen minoritas dengan pembeli yang jauh lebih sedikit dibanding segmen mainstream. Sementara AMD membangga-banggakan Athlon64 X2-nya kepada kaum minoritas high-end, jajaran prosesor mainstream AMD (Athlon64) yang notabene merupakan mesin uang mereka justru diluluh-lantakkan oleh D805.
Memang banyak orang mempertanyakan apakah adil membandingkan prosesor dual-core termurah intel (D805) dengan Athlon64 single-core, dan bukannya dengan prosesor dual-core termurah AMD yaitu Athlon64 X2 3800. Justru akan
cukup konyol dan tidak adil bila harus membandingkan Athlon64 X2 versi termurah dengan
D805, karena harganya terpaut $240 (3X lipat harga D805). Athlon64 X2 yang termurah
harganya $370 sedangkan D805 cuma $130 , sehingga jelas D805 berada pada segmen konsumen
yang sama sekali berbeda, dan justru aneh bila harus membandingkannya dengan Athlon64 X2.
Dalam dunia nyata, tidak akan pernah ada konsumen yang membandingkan Kijang Innova dengan
Daihatsu Xenia, karena kedua kendaraan tsb berada pada segmen harga yg berbeda jauh,
sekalipun diantara keduanya memiliki beberapa kemiripan dalam hal teknologi, feature, dan
kapasitas penumpang. Jadi jangan semata karena sama-sama dual-core lantas D805 harus dibandingkan dengan Athlon64 X2 3800, itu sama saja membandingkan kedua jenis kendaraan berwarna merah dibawah ini hanya karena rodanya sama-sama 3 dengan formasi roda yang sama pula (2 di depan dan 1 di belakang). Meski menyandang ciri-ciri yang sama, namun dari segi harga, kedua kendaraan di bawah ini jelas-jelas berada pada segmen yang berbeda. Jadi sungguh tidak waras bila ada orang yang melakukan perbandingan antara Pentium D 805 dengan Athlon64 X2.
Keadilan sebenarnya, yaitu yang memenuhi azas "kewarasan" adalah perbandingan prosesor di segmen harga yang sama, yaitu Pentium D 805 dengan Athlon64 single core (Athlon64 3000 & 3200).
Di era dual-core sekarang ini, jelas tak ada lagi yang dapat dibanggakan dari seluruh jajaran prosesor AMD single-core. Prosesor Athlon64 yg dulu sempat dielu-elukan kini ibarat prosesor pincang yang anehnya masih juga dijual mahal. Dihadapan D 805 yg bertarung dengan 2 kaki, Athlon64 jelas akan kelabakan karena ia ibarat petarung berkaki satu. Petarung kelas kakap sekalipun tapi kalau kakinya cuma satu alias pincang, maka ia akan dengan mudah dirobohkan oleh petarung amatiran. Sama halnya dengan Athlon 64 tercepat & termahal sekalipun terbukti masih belum bisa mengalahkan D 805 di beberapa benchmark seperti Cinebench 2003 dan PCMark05. Di saat konsumen mulai dapat menikmati prosesor dual-core murah meriah dari intel, AMD terus saja membombardir pasar dengan prosesor-prosesor pincangnya. Konsumen yang mengeluarkan uang sejumlah $170 untuk sebuah Athlon64 3200 jelas akan tertipu karena yang mereka dapatkan adalah prosesor pincang yang hanya memiliki 1 core saja. Padahal dengan harga lebih murah sebenarnya mereka bisa memperoleh prosesor dual-core Pentium D 805 seharga $130. Begitu pula konsumen yang merogoh koceknya sebesar $230 untuk mendapatkan prosesor pincang Athlon64 3500, sebenarnya dapat memiliki prosesor dual-core generasi terbaru intel, yaitu Pentium D 930 "Presler" dengan harga yg sama. Terlepas apakah AMD yang menjual prosesornya terlalu mahal ataukah intel yang menjual prosesornya sangat murah, namun yang jelas di mata konsumen, AMD terbukti telah merampas hak konsumen untuk mendapatkan 1 core tambahan dengan uang yang telah dikeluarkan untuk membeli Athlon64. Atau dengan kata lain, dengan harga $170 seharusnya konsumen mendapatkan Athlon64 X2 3200, bukannya Athlon64 3200. Tapi AMD tak mau & tak mampu memberikan teknologi dual-corenya dengan harga dibawah $300. Mereka lebih suka menjejali segmen prosesor kelas mainstream dengan prosesor-prosesor pincangnya. Dengan kata lain, AMD telah melakukan penipuan yang cukup keji terhadap para konsumen.
Nasib Athlon64 dan Pentium D805 memang cukup kontras.
Akhir-akhir ini penjualan Athlon64 terkesan seloyo prosesornya. Di era dual-core sekarang ini, tentu akan cukup aneh bagi seorang konsumen untuk tetap ngotot membeli prosesor single-core. Apalagi Intel sendiri secara bertahap akan beralih total ke prosesor dual-core, yang artinya di masa depan tidak akan ada prosesor single-core lagi. Athlon64 kini hanya bisa terseok-seok menghadapi masa depan
yang tak pasti, apalagi keputusan AMD untuk mendiskontinyu socket 939 pada pertengahan
tahun 2006 ini semakin memperpendek harapan hidup Athlon64.
Budz Kay |
©2006 Budz Kay
Webdesign, All rights reserved
please contact webmaster for any
web related problem